Subtotal: $0

Descriptions
Batu
perlit, batu apung, pecahan genting, bata, sabut kelapa, spon, batang
pakis, adalah beberapa media hidroponik yang dapat digunakan. Banyak
pilihan berarti biaya bisa rendah, tergantung media apa yang dipilih.
“Saat ini tanaman
hidroponik belum benar-benar memasyarakat,” ungkap Imam Syafi’i, salah
satu pelopor tanaman hidroponik dari Jakarta. Hal ini wajar saja, karena
masyarakat masih menganggap bercocok tanam dengan hidroponik
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Diduga, media tanamnya sulit
didapat dan harganya tergolong tinggi. Anggapan Imam Syafi’i pun
demikian. Karena, batu perlit, yang digunakan Imam pertama kali – tahun
1978 – sebagai media tanam hidroponik, didatangkan dari luar negeri.
Tentu ini yang menjadi penghalang pencinta tanaman hias untuk mencoba
hidroponik. “Harganya mahal dan barangnya pun sulit didapat,” lanjut
Imam Syafi’i.
Banyak pilihan
Alasan itulah yang mendorong sarjana landscape
ini mencari alternatif penggantinya. Dengan maksud, hidroponik bisa
memasyarakat dan pencinta tanaman hias dapat mencari alternatif media
yang dImamginkan. Media tanam yang dicoba Imam berasal dari benda-benda
di sekelilingnya, yang sudah dianggap tidak berguna lagi. Mulai dari
barang yang ringan seperti kertas koran sampai barang yang keras. “Semua
bahan yang dicoba menunjukkan hasil yang positif. Hanya, pada kertas
koran, walau pertumbuhan tanamannya bagus, medianya cepat terserang
jamur,” kata Imam Syafi’i. Maka, anjuran Imam, media yang dipilih selain
tidak mudah ditumbuhi jamur, juga harus ringan, dapat menyerap air,
tidak mempengaruhi pH air dan tidak mengubah warna, tidak mudah busuk,
serta tidak mudah lapuk. “Jika syarat-syarat itu sudah dipenuhi, benda
apa pun bisa dipakai sebagai media tanam hidroponik,” jelasnya.
Berikut macam-macam media tanam hidroponik yang telah dicoba Imam Syafi’i.
Batu perlit
“Pertama kali mengenal hidroponik,
saya menggunakan media tanam batu perlit,” kata Imam Syafi’i. Batu
perlit merupakan batu dari letusan gunung api. Bentuknya dibuat bulat
kecil, porus, dan ringan. Batu perlit tersebut didapat Imam dari
importir Singapura dan Jerman. Di Indonesia sendiri, batu perlit seperti
itu belum pernah dijumpai. Batu perlit yang ada di sini memang ringan
dan porus, hanya bentuknya tidak beraturan, sehingga dapat mengurangi
penampilan tanaman.
Sabut kelapa
Sebagai alternatif lain, Imam
menganjurkan untuk menggunakan media tanam dari sabut kelapa yang telah
dipotong kecil-kecil. Media ini cukup kuat, daya tahannya bisa sampai
bertahun-tahun, dan “Tetap tidak akan hancur,” tegas Imam Syafi’i.
Hanya, sebelum digunakan harus direndam dengan air tawas beberapa kali
sampai mendapatkan air rendaman yang bersih dan putih. Pasalnya, sabut
kelapa mengandung zat tannin atau zat penyamak berwarna merah yang dapat
mempengaruhi pH air.
Batu apung
“Bentuknya tidak menarik tidak
beraturan tergantung bagaimana pecahannya saja,” kata ibu empat orang
anak ini. Batu apung yang digunakan Imam Syafi’i ini ada 2 macam.
Masing-masing batu apung gunung (berwarna merah kecokelatan) dan bekas
rendaman kain jeans (berwarna putih). Batu apung putih itu sebetulnya
batu apung gunung juga, tapi sudah dipakai lebih dulu untuk mencuci dan
menghaluskan kain jeans. Keduanya memiliki keistimewaan yang sama,
mempunyai banyak rongga, sehingga sangat porus dan ringan.
Pecahan genting dan bata
Media tanam ini tergolong paling mudah
didapat. Kerap dijumpai di sekitar rumah. Bentuknya dibuat kecil,
sehingga dapat disesuaikan pada pot yang akan digunakan.
Akar pakis
Media ini paling banyak digunakan
sebagai media tanam anggrek. Padahal untuk tanaman hias lain pun akar
pakis dapat digunakan, dan sama-sama menunjukkan hasil yang optimal.
Hanya bedanya, akar pakis yang akan digunakan harus dipotong kecil-kecil
dahulu. Maksudnya untuk mempermudah pengaturannya di dalam pot.
Spon
Spon sebagai media tanam hidroponik
baru ditemukan sekitar 2 tahun ini. Imam Syafi’i mencobanya dari
potongan spon hasil merangkai, yang sayang untuk dibuang. Dari hasil
coba-coba itu, ternyata diketahui bahwa dengan media spon, tanaman akan
lebih cepat pertumbuhannya. Karena, “Spon savanna yang digunakan dapat
menyerap air lebih banyak. Sehingga akar muda cepat mengikat ke media,”
tuturnya. Spon ini masih impor dari Belanda. Tetapi, kabarnya sudah ada
perusahaan yang dapat menghasilkan spon serupa dengan spon savanna.
Menurut Atanazia, staf PT Tansrigani perusahaan yang memproduksi spon
tersebut, sponnya terbuat dari bahan polyurethane, yang porus.
Selain media tanam tersebut,
sebenarnya masih ada media tanam lain, yang disebut zeolit. Media ini,
menurut Imam, tidak baik digunakan, karena tergolong berat. Sehingga
sulit untuk dipindah tempatkan dan juga tidak memenuhi syarat sebagai
media hidroponik. Malah, menurut Steve, pemilik kebunbibit.com,
pertumbuhan tanamannya tidak bagus.
Banyak pilihan media tanam yang dapat
digunakan. Mulai dari yang harganya rendah sampai tinggi. Tinggal
bagaimana kemampuan Anda.
Add a review